Pengalamanku Karantina di Tokyo (2020)

Pemandangan Tokyo dari jendela kamar hotel

    Bulan Desember 2020 lalu aku berkesempatan untuk meninggalkan Tanah Air untuk menempuh pendidikan S2. Alhamdulillah, aku mendapatkan beasiswa MEXT U to U untuk Fall Semester 2020 di Yamagata University. Di semester ini perkuliahan seharusnya sudah dimulai pada bulan Oktober 2020. Namun, dikarenakan kendala COVID-19, keberangkatanku beserta para penerima beasiswa MEXT U to U lainnya pun tertunda. Setelah menunggu sekitar 2 bulan, tibalah hari keberangkatan ke Jepang, yaitu pada tanggal 6 Desember 2020. Saat itu, aku berangkat beserta 2 teman lainnya yang akan berkuliah di Yamagata University juga.

    Kami diwajibkan untuk menjalani PCR Swab Test dalam waktu 72 jam sebelum berangkat. Hasil dari PCR Test tersebut kemudian kami tunjukkan pada saat check-in di Bandara Soekarno- Hatta, Jakarta. Saat itu, cukup banyak orang Indonesia yang berangkat ke Jepang bersamaan dengan kami. Kebanyakan dari penumpang saat itu adalah orang yang akan bekerja atau kuliah di Jepang. Di pesawat, kami tetap menggunakan masker dan menggunakan hand sanitizer sebelum makan. Namun, sayang sekali waktu itu tempat duduk penumpang kelas ekonomi tidak diberi jarak, jadi duduk dengan jarak dekat bersebelahan dengan penumpang lain

    Sesampainya di Jepang, tepatnya di bandara Narita, kami beserta penumpang lainnya pun diinstruksikan untuk mengantri. Pada saat mengantri, kami harus mengisi beberapa data dan formulir untuk PCR Test. Bedanya di Indonesia, PCR Test yang dilakukan tidak dengan swab, namun dengan saliva atau air liur. Kemudian, setelah sekitar 30 menit hasil dari PCR Test tersebut dapat diambil. Kami beserta penumpang lainnya pun dapat melanjutkan ke tahap imigrasi selanjutnya. Setelah menyelesaikan semua proses kedatangan, kami pun segera berangkat ke hotel lokasi karantina kami. Kami berangkat ke hotel lokasi karantina dengan taksi yang sudah disediakan oleh pihak kampus.

    Sesampainya di hotel, kami pun segera check-in dan beristirahat. Selama karantina, kami tidak dibolehkan untuk pergi keluar dari hotel. Untuk makanan, kami membeli di convenience store yang ada dalam hotel, memesan melalui telepon, atau memakan perbekalan dari rumah. Selama karantina, kami menjalani pengecekan suhu tubuh sebanyak 2 kali dalam sehari, yaitu pada pukul 9.00 dan 16.00. Kemudian, kami pun melaporkan keadaan kami setiap harinya selama 15 hari kepada pihak universitas. Hal yang dilaporkan meliputi suhu tubuh, serta kemungkinan gejala COVID-19 seperti pusing, demam, dan pilek. Alhamdulillah, saat penulis di karantina, tidak ada gejala yang muncul. 

    Sebagai tambahan, proses karantina kami dibiayai dengan sistem reimburse yang sudah diatur oleh pihak kampus dan travel agency. Setelah proses karantina selesai, kami pun segera bertolak ke Yamagata untuk menempuh pendidikan kami.

Ruang tunggu bandara Haneda, menuju Yamagata

    Menurutku, hal ini adalah pengalaman yang menimbulkan kesan tersendiri. Sayang sekali, belum berkesempatan untuk berkeliling kota Tokyo. Melihat pemandangan kota dan stasiun kereta yang sibuk pada pagi dan siang hari, serta pemandangan lampu-lampu gedung pada malam hari (hanya dari kamar hotel tentunya), sudah menjadi hal yang cukup menyenangkan. 





Comments

Popular posts from this blog

Review: Lisa Jewell's "The Family Upstairs" (Spoiler Alert)

Review: Lisa Jewell's "Then She Was Gone" (Spoiler Alert)

Review: Little Women (2019)